Jumat, 01 Desember 2017

Resensi Buku : Al Qur'an Berwajah Puisi bukti Keteladanan H.B. Jassin

Judul buku, Kontroversi Al Qur'an Berwajah Puisi
Penyusun, H.B. Jassin
Penerbit, Pustaka Utama Grafiti Jakarta : 1995


Seandainya keinginan H.B. Jassin menulis Al Qur'an Berwajah Puisi itu terjadi pada situasi sekarang alias jaman now, mungkin para penulis sosial media yang biasa bertengkar akan gempar. Mula-mula akan muncul status-status yang mendukung, sekaligus yang menolak atau merasa keberatan atas gagasan itu. Kemudian, kurang dari seminggu, pro dan kontra itu akan dibumbui berita-berita hoax. Selanjutnya, status-status sudah tidak fokus lagi pada permasalahan, tetapi yang terjadi adalah saling menghujat, saling membully antar golongan yang secara politis berbeda pandangan, atau bisa jadi karena berada pilihan.

Jadi beruntung, gagasan sang "Paus Sastra" yang kontroversial itu dilontarkan pada saat dimana orang-orang yang bisa berkomentar hanyalah para wartawan, dan orang-orang yang biasa menulis di surat kabar, sehingga kualitas tulisan dan kepenulisannya tidak perlu diragukan. D. Sirojudin A.R., M. Quraish Shihab, Prof. A. Hasjmy, J. A. Dungga, dan beberapa penulis terkenal lainnya turut meramaikan polemik yang berlangsung lebih dari satu tahun lamanya. Sampai pada pemikiran, Ia harus menerbitkan buku "Kontroversi Al Qur'an Berwajah Puisi"

Buku ini merupakan kumpulan tulisan berupa hasil wawancara dengan wartawan,  berita dan sejumlah artikel yang dimuat di pelbagai media cetak Jakarta dan daerah, serta surat-surat yang berkenaan dengan gagasan itu. H.B. Jassin merasa perlu menerbitkan buku ini untuk menjernihkan silang pendapat yang terus bergulir, setelah keluarnya surat penolakan dari MUI dan Departemen Agama atas keinginannya menerbitkan "Al Qur'an Berwajah Puisi". Dan dengan terbitnya buku ini, diharapkan orang lain pun dapat bertambah wawasannya.

Setelah membaca buku ini, di samping mengasyikan karena bahasanya, bahasa media cetak yang mudah dipahami, banyak hal yang bisa diteladani dari sang kritikus sastra terbaik yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia :

Pertama, di usianya yang sudah senja, Jassin masih bersemangat untuk menulis buku. Pengalaman spiritual dan kesadarannya bahwa semua manusia akan kembali kepada Sang Penciptanya, ia ingin berbuat yang terbaik dengan memuliakan Al Qur'an. Berangkat dari pemikiran bahwa, Al Qur'an merupakan bacaan yang mulia, sangat puitis, indah, dan mempesona, Jassin ingin membuat tampilan baru, tentang wajah penulisan Al Qur'an. Di negara manapun, bahkan di Arab Saudi, belum ada penulisan Al Qur'an Berwajah Puisi. Untuk penulisanya, ia serahkan kepada ahlinya, D. Sirajuddin A.R. yang waktu itu sebagai Dosen Kaligrafi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta. Pula mendapat dukungan dari Gus Dur, B.J. Habibi, serta para pakar lainnya.

Kedua, meskipun gagasan itu ditolak oleh MUI dan Departemen Agama dengan alasan, penulisan itu tidak sesuai dengan Mushaf Al Imam yang dianggap standar dunia, serta dianggap lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya, dan dikhawatirkan akan muncul gejolak di masyarakat, Jassin tetap akan menyelesaikan buku yang ditulisnya sampai 30 juz. Ia pun akan menerbitkannya dan dilounching pada saat ulang tahunnya yang ke 76. Ia siap  dipenjara untuk mempertahankan keyakinan akan kebenarannya  itu. Buku itu pun, menurutnya ditulis berdasarkan Mushaf Usmani, penulisan Al Qur'an yang beredar dan digunakan di Indonesia.


Ketiga, yang patut diteladani adalah ketelatenan dan sikap kreatifnya. Sebagai dokumentator, H. B. Jassin tak perlu diragukan. Antologi puisi angkatan '45 dan '66, adalah dua contoh ketelatenan yang luar biasa. H.B. Jassin sadar, apabila berita-berita, artikel-artikel, dan surat-surat yang berkenaan dengan penulisan Al Qur'an Berwajah Puisi di pelbagai media cetak ini tidak didokumentasi, maka pengetahuan pembaca  hanya akan sepenggal-sepenggal. Kekhawatirannya akan saling menyalahkan. Dengan terbitnya buku "Kontroversi Al Qur'an Berwajah Puisi" ini, pembaca akan mengetahui latar belakang gagasannya, bagaimana pula sikap MUI dan Departemen Agama yang sebenarnya, kemudian alasan-alasan apa seseorang setuju atau keberatan-keberatan dan lain sebagainya.


Menurut pandangan saya sendiri, seandainya, tidak ada embel-embel "Berwajah Puisi" di sampul bukunya, itu tidak apa-apa. Karena sama saja dengan menulis Ayat Kursi, atau Surat Yasiin dengan berbagai gaya kaligrafi. Toh yang dijadikan panutan adalah Mushaf Utsmani, yang menjadi standar penulisan Al Qur'an di Indonesia. Mungkin, ada sisi lain, kebaikan yang ingin dicapai oleh H. B. Jassin,  Wallohu'alam.

Teruntuk H. B Jassin :
Allohumagfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu.
Amin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar